Peranan ‘Ibu Tani’ dalam Upaya Pemertahanan Pangan Masyarakat Dusun Ngoreyan

Era emansipasi wanita di Indonesia menjadikan keterlibatan perempuan menjadi syarat mutlak dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkeadilan. Dalam mewujudkan pembangunan berkeadilan tidak lepas dari kesejahteraan masyarakat di bidang pangan. Negara tidak mungkin sejahtera jika para perempuannya dibiarkan tertinggal, tersisihkan dan tertindas. Dalam keberadaannya di tengah-tengah masyarakat, perempuan tidak dapat terlepas dari berbagai sudut pandang yang menyertainya.

Adapun perempuan menurut pandangan sejarah memainkan banyak peran. Perempuan sebagai ibu, istri, petani, pengelola perusahaan, pekerja sukarela, kepala desa, dll. Contohnya di Kabupaten Klaten ini, dimana perempuan memainkan peran penting sebagai kepala pemerintahan yakni sebagai seorang Bupati. Hal ini semakin menegaskan bahwa perempuan dalam kehidupannya tidak hanya memainkan peran ganda tetapi multi peran dalam masyarakat.

Menyertakan perempuan dalam proses pembangunan bukanlah berarti hanya sebagai suatu tindakan yang dipandang dari sisi humanisme belaka. Namun peran yang dilakukan oleh perempuan dalam kesertaannya di bidang pembangunan merupakan tindakan dalam rangka mengangkat harkat serta kualitas dari perempuan itu sendiri. Salah satunya adalah melibatkan perempuan dalam upaya pemertahanan pangan.

Pertanian merupakan suatu usaha manusia untuk memperbaiki keadaan hidup dan memenuhi kebutuhan melalui kehidupan tumbuhan dan hewan. Pembangunan pertanian dapat dikatakan sebagai pembangunan ekonomi di sektor pertanian. Meskipun demikian pembangunan pertanian tidak saja hanya dipandang dari segi ekonomi namun juga meliputi aspek sosial kelembagaan, teknologi, dan aspek lainnya. Hadisapoetro (1975) mengemukakan bahwa pembangunan pertanian menghasilkan perubahan-perubahan : (1) dalam susunan kekuatan dalam masyarakat, (2) dalam produksi, produktivitas dan pendapatan, (3) dalam alat-alat dan bahan produksi, (4) dalam tujuan ekonomi dari subsisten ke komersial, dan (5) dalam corak sosial.

Ujung tombak pembangunan pertanian adalah petani. Masyarakat petani yang mendiami pedesaan dianggap dan disimpulkan oleh banyak kalangan mempunyai pola kebiasaan sebagai masyarakat tradisional, dan tradisional tersebut identik dipahami sebagai masyarakat yang terbelakang dan bersahaja. Masyarakat petani kehidupannya bergantung pada tanah sebagai sarana produksi, tanpa adanya teknologi modern maka variasi lapangan pekerjaan belum banyak. Dengan demikian maka petani melakukan diversifikasi tanaman untuk melahirkan inovasi dan memperbaiki pendapatan.

Dusun Ngoreyan adalah salah satu dusun yang berada di Kabupaten Klaten. Keberadaan perempuan di dusun ini memiliki banyak peran, satu di antaranya peran perempuan sebagai seorang petani. Selain menjalankan peran sebagai seorang ibu rumah tangga, kebanyakan perempuan di dusun ini memiliki pekerjaan sebagai seorang petani. Meskipun pekerjaan tersebut dipandang menguras tenaga dan melelahkan. Akan tetapi, perempuan-perempuan di dusun ini masih bersemangat dalam menjalankan pekerjaannya.

Masyarakat Dusun Ngoreyan memiliki pandangan bahwa petani adalah orang yang aktif menggarap lahan sawah milik pribadi bukan sawah dari menyewa atau membantu menggarap milik orang lain. Sedangkan buruh tani adalah mereka yang bekerja dan menekuni kegiatan pertanian namun hanya menyewa atau bagi hasil saja, tidak mempunyai lahan sawah sendiri. Mereka berhak menggarap sawah setelah membayar sewa sesuai dengan kesepakatan dengan pemilik sawah. Atau dengan membagi hasil panen dengan pemilik sawah, hal tersebut biasa disebut dengan “maro atau mburuh”.

Belakangan ini sering kali terdengar berita-berita yang mengabarkan adanya ancaman krisis pangan yang akan terjadi di Indonesia, bahkan di dunia. Dilansir dari berita yang dimuat oleh Kompas.com pada tanggal 31 Oktober 2022 yang berjudul ‘Rusia Tarik Diri dari Kesepakatan Ekspor Biji-bijian, Ancaman Krisis Pangan Nyata’ menggambarkan bagaimana ancaman krisis pangan yang akan melanda dunia khususnya Indonesia akan semakin nyata. Oleh karena itu, upaya pemertahanan pangan sangat diperlukan dalam menjawab ancaman tersebut.

Ancaman krisis pangan nampaknya menjadi salah satu momok besar bagi banyak orang dan menjadi kekhawatiran tersendiri bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Akan tetapi kekhawatiran ini tidak berlaku pada sebagian besar masyarakat dusun Ngoreyan, khususnya bagi perempuan-perempuan dusun Ngoreyan yang sampai saat ini masih bersemangat dalam mengelola lahan sawah yang mereka miliki.

Mengelola lahan pertanian sudah menjadi rutinitas sehari-hari bagi banyak perempuan di dusun Ngoreyan. Dari mulai menanam benih padi, kemudian merawatnya, hingga memanennya semua mereka lakukan seorang diri, tak jarang mereka juga menanam jenis tanaman lain selain padi, seperti jagung, kacang, bayam, kangkung, dan sayur-sayuran lain. Mereka merawatnya dengan sangat tekun, meskipun tak jarang mereka mengalami gagal panen, tetapi mereka selalu percaya bahwa mereka tidak akan pernah mengalami kekurangan pangan. Hal ini lah yang menyebabkan ketahanan pangan di masyarakat dusun Ngoreyan dapat dikatakan baik karena  kegigihan dan keyakinan para ‘ibu Tani’ ini dalam mengelola lahan sawah mereka.

‘Ibu Tani’ nampaknya adalah sebutan yang pantas disematkan bagi perempuan-perempuan dusun Ngoreyan. Layaknya seorang ibu yang senantiasa menjaga buah hatinya, tidak akan membiarkan anaknya kelaparan, kekurangan pangan, dan merasa kesakitan, para ‘Ibu Tani’ ini juga gigih dalam mempertahankan pekerjaannya agar keluarga dan masyarakat di sekitarnya tidak mengalami krisis pangan. Oleh karena itu, semangat yang mereka miliki harusnya dapat ditularkan dan dijaga oleh generasi penerusnya.

Akan tetapi sangat disayangkan, akhir-akhir ini banyak anak muda yang sudah tidak tertarik untuk menggeluti bidang pertanian dengan alasan bahwa pertanian sudah dianggap kuno dan membuang banyak tenaga. Padahal, perkembangan zaman dan kemajuan teknologi juga telah menjamah sektor pertanian, dimana sudah banyak alat yang ditemukan untuk mempermudah dan mengefisiensikan waktu serta tenaga dalam mengelola pertanian. Sebagai generasi penerus bangsa, sudah selayaknya kita senantiasa menjaga kearifan lokal negara Indonesia, salah satunya adalah mempertahankan budaya cocok tanam. Selain mempertahankan kearifan lokal, hal tersebut juga sebagai upaya dalam memperkuat ketahanan pangan di Indonesia. Permasalahan mengenai kurangnya minat anak muda di bidang pertanian ini dapat berdampak buruk pada persediaan pangan di Indonesia kedepannya. Untuk itu salah satu cara yang dapat di lakukan untuk menarik minat anak muda di bidang pertanian adalah dengan cara branding bahwa pertanian itu keren dan tidaklah kuno. Karya tulis ini misalnya, melalui karya tulis ini dapat menjadikan sosok petani perempuan tak lagi dianggap hanya seorang yang bekerja di sawah melainkan sosok ‘Ibu Tani’ yang merupakan pahlawan agraris bagi Indonesia.

Penulis:

Yogo Prastiyo

Daftar Pustaka

Frensiska Kristiana. (4 Desember 2021). Menurunnya Minat Tenaga Kerja Muda di Sektor Pertanian. Kompasiana.com Diakses pada 24 November 2022 pukul 19.54 melalui https://www.kompasiana.com/kristianaf/61aa518e62a70443b43a3104/menurunnya-minat-tenaga-kerja-muda-di-sektor-pertanian

Irawan Sapto Adhi.  (31 Oktober 2022).Rusia Tarik Diri dari Kesepakatan Ekspor Biji-bijian, Pasokan Pangan Dunia Terancam.kompas.com Diakses pada 24 November 2022 pukul 20.24 melalui https://www.kompas.com/global/read/2022/10/31/170100370/rusia-tarik-diri-dari-kesepakatan-ekspor-biji-bijian-pasokan-pangan-dunia