Wanita Desa Melikan: Srikandi Penjaga Tradisi Gerabah Putaran Miring

Srikandi digambarkan sebagai seorang wanita yang tampak kuat dan berani dalam menghadapi apapun terutama untuk mewujudkan keinginannya. Salah satu contohnya adalah imu-ilmu keprajuritan yang hampir tidak pernah diajarkan pada wanita seperti Srikandi namun semangatnya untuk belajar membuktikan bahwa kemampuan memanah Srikandi sangat sulit ditandingi oleh siapapun. Srikandi dapat sekuat itu bukan tanpa usaha, semua orang tahu bahwa kepandaian Srikandi dalam memanah adalah hasil dari belajarnya yang tak mengenal waktu. Srikandi juga dikenal selalu bersikap tegas serta berani dalam segala hal. Srikandi tampil sebagai sosok yang kuat dan wanita yang menjaga kecantikannya, sehingga Srikandi dikenal sangat kenes dan sedap dipandang (Hardi, 2021). Karakter Srikandi yang demikian juga melekat dalam diri wanita Desa Melikan yang diimpelemtasikan melalui keberadaan tradisi gerabah teknik putaran miring.

Gerabah teknik putaran miring merupakan warisan budaya tak benda asli dari Desa Melikan. Teknik ini muncul diadaptasi dari nilai sopan santun wanita Jawa zaman dahulu. Dahulu, sangat tabu wanita duduk dengan membuka kedua kaki, wanita diharuskan memakai kain jarik panjang dan kebaya. Wanita perajin berinisiatif untuk memodifikasi perbot putaran gerabah. Perbot yang digunakan untuk membuat gerabah dimiringkan beberapa derajat ke depan. Perajin yang menggunakan perbot putaran miring tidak perlu membuka kedua kakinya untuk melakukan putaran. Sehingga para perajin wanita dapat maksimal dalam memproduksi gerabah. Keuntungan lainnya, produksi gerabah menjadi dua kali lebih cepat dari biasanya. Inisiatif wanita ini menjadi bukti bahwa wanita Desa Melikan sangat menjunjung tinggi norma kesopanan. Pemikiran yang visioner ini menjadi pengaruh besar bagi kehidupan wanita Desa Melikan masa kini.

Banyaknya gerakan emansipasi wanita akhir-akhir ini menunjukkan kepada wanita tentang adanya pilihan-pilihan baru bagi hidupnya, kaum wanita ikut bangkit untuk menyadari arti penting dirinya dan menyadari kesempatan yang telah terbuka lebar untuk berkarya. Tuntutan kehidupan yang semakin beragam dan bertambah terutama bidang sosial dan ekonomi mengakibatkan status wanita tidak lagi sebagai ibu rumah tangga saja, melainkan dituntut peranannya dalam berbagai kehidupan sosial kemasyarakatan, seperti turut bekerja membantu suami, bahkan untuk menopang ekonomi keluarga. Perubahan sosial dan perkembangan zaman mendorong kaum wanita untuk bekerja di sektor publik, dan berakibat pada terjadinya pergeseran peran pada wanita. Pergeseran peran dalam hal ini adalah akibat terjadinya peran ganda yang dilakoni oleh wanita, dimana wanita-wanita ini harus bekerja di sektor domestik, sebagai ibu rumah tangga, serta juga dalam kegiatan sosial di lingkungannya. Dengan pemberian kesempatan kepada mereka untuk mengikuti pertemuan dalam rangka program-program pembangunan pada wadah pertemuan yang dikhususkan untuk mereka akan membantu kaum wanita untuk merubah cara pandangnya tentang hidup (Raharjo, 2015).

Zaman terus berkembang dan kemajuan teknologi juga semakin pesat. Wanita masa kini biasanya memilih berkarir di perusahaan besar atau menjadi karyawan pabrik. Sementara, wanita di Desa Melikan memilih bekerja sebagai perajin gerabah putaran miring, sebuah pekerjaan yang mengandalkan tradisi kuno dari leluhur. Meskipun hasil penjualan perbulan tidak stabil, mereka mampu mengatur keuangannya dengan baik. Sehingga mereka dapat berperan dalam pembiayaan pendidikan anak dan kebutuhan rumah tangga. Selain itu, mereka dapat mengatur waktu bekerja sembari mengurus rumah tangga, suami, dan anak. Wanita zaman dahulu memang tergolong sulit untuk memperoleh pendidikan tinggi. Dapat lulus di jenjang SMA adalah suatu pencapaian yang masih langka. Latar belakang pendidikan yang rendah tidak melunturkan kuatnya prinsip dalam diri mereka untuk menjadi sosok wanita mandiri dan mampu berkarya lewat tradisi. Perajin wanita menginginkan putra-putrinya memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, hal tersebut menjadi acuan untuk mereka bekerja keras.

 Wanita masa kini cenderung mudah untuk memperoleh pendidikan yang lebih layak. Bekal pendidikan tinggi mengantarkan mereka pada jenjang karir yang lebih cerah. Tetapi banyak wanita-wanita yang enggan memanfaatkan kesempatan tersebut, banyak dari mereka yang memilih berhenti di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Padahal kesempatan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi terbuka lebar, jika kendalanya biaya pemerintah sudah menyediakan KIP kuliah. Pemikiran yang visioner dan semangat juang tinggi belum tertanam dalam diri mereka.

Teknik putaran miring hanya dapat dilakukan oleh wanita. Pernyataan tersebut menjadi bukti konkret bahwa wanita berperan penting dalam pelestarian tradisi gerabah putaran miring. Tanpa perajin wanita mungkin teknik putaran miring sudah punah oleh zaman. Mereka yang memperkenalkan dan mengajarkan generasi-generasinya untuk membuat gerabah putaran miring sehingga tradisi tersebut tetap lestari. Seiring dengan beragamnya tuntutan kehidupan peran perajin wanita semakin kompleks, mereka mempersiapkan bahan, memproduksi, membakar, dan menjual hasil gerabahnya secara mandiri. Keahlian ini menjadikan wanita Desa Melikan sosok yang multilatenta dalam hal pekerjaan. Perjuangannya untuk melestarikan tradisi gerabah putaran miring selama ratusan tahun membuahkan hasil  dengan terbitnya SK penetapan teknik putaran miring sebagai warisan budaya tak benda asli dari Desa Melikan yang diterbitkan melalui sidang penetapan warisan budaya tak benda Indonesia tahun 2022. Kisah wanita Desa Melikan sebagai Srikandi penjaga tradisi gerabah putaran miring dapat menjadi inspirasi bagi wanita masa kini. Sebagai wanita modern harus bekerja keras, berpendidikan tinggi, berprinsip, mandiri, dan menjaga kehormatannya sebagai wanita.

Penulis :

Destina Amelia Wati